makalah PENGUKURAN KINERJA PADA SEKTOR PUBLIK



TUGAS KELOMPOK
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nyalah sehingga makalah ini berhasil penyusun selesaikan. Penyusunan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik di program jurusan S1 Akuntansi di STIE Tri Dharma Nusantara. Adapun judul yang diambil dalam makalah ini adalah “Pengukuran Kinerja Sektor Publik”.
Ucapan terima kasih penyusun berikan kepada semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah ini. Tanpa dukungan dari mereka semua, penyusunan makalah ini belum tentu bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat memberi manfaat bagi semua pihak.


Makassar, 2 Nopember 2017

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1  LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
1.2  RUMUSAN MASALAH ......................................................................................... 1
1.3  TUJUAN PENELITIAN ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1  PENGERTIAN PENGUKURAN KINERJA ....................................................... 3
2.2  INFORMASI YANG DIGUNAKAN UNTUK PENGUKURAN KINERJA .. 7
2.3  PERANAN INDIKATOR KINERJA DALAM PENGUKURAN KINERJA . 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 15
3.1  KESIMPULAN ...................................................................................................... 15
3.2  SARAN ................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16








BAB I
PENDAHULUAN

1.1        LATAR BELAKANG
Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1.      Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
2.      Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3.      Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
4.      Capital rationing
Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
1.      Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2.      Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3.      Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4.      Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

1.2        RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.      Bagaimana pengukuran kinerja sektor publik?

1.3        TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dan memahami tentang bagaimana pengukuran kinerja sector publik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1        PENGERTIAN PENGUKURAN KINERJA
Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1.      Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
2.      Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3.      Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau selalu ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.

A.    Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja

Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
1.      Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2.      Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3.      Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4.      Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

B.     Manfaat Pengukuran Kinerja

Berikut ini adalah manfaat dari pengukuran kinerja:
1.      Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen
2.      Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3.      Untuk memonitor dan mengawasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4.      Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment).
5.      Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
6.      Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7.      Membantu memahami kegiatan instansi pemerintah.
8.      Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.

C.     Prinsip – Prinsip Pemilihan Ukuran Kinerja

Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan skema indikator:

Evaluasi kembali ukuran yang ada
Informasi kinerja tetap dibutuhkan oleh manajemen. Apabila skema indikator kinerja sudah tidak berfungsi, maka manajemen akan mengembangkan skema baru.
Mengukur kegiatan yang penting, tidak hanya hasil
Kinerja selalu berorientasi hasil. Ukuran hasil sering diformulasikan dalam rasio keuangan. Pencapaian hasil akan menunjukkan adanya permasalahan. Hasil tersebut tidak akan menunjukkan diagnosis hasil.
Pengukuran harus mendorong tim kerja yang akan mencapai tujuan
Pembagian proses pengukuran menciptakan lingkungan tim kerja yang aktivitasnya diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.
Pengukuran harus merupakan perangkat yang terintegrasi, seimbang dalam penerapannya
Agar efektif, sistem pengukuran harus diciptakan sebagai perangkat terintegrasi yang diperoleh dari strategi perusahaan. Sebagian besar perusahaan berusaha meminimalkan biaya, meningkatkan kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan produksi dan menciptakan pengembalian investasi yang wajar.
Pengukuran harus memiliki fokus eksternal jika memungkinkan
Ukuran internal yang umum dipakai dalam sebuah organisasi perbandingan kinerja dari tahun ke tahun. Suatu perbandingan tertentu dapat dilakukan ke tingkatan mikro: divisi, departemen, kelompok, bahkan individu.

D.    Skala Pengukuran

Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1.      Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah tingkatannya karena denga skala ini obyek pengukuran hanya dapat dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang sama, yang berbeda dengan kelompok lain. Kelompok-kelompok atau golongan tidak dibedakan berdasarkan tingkatan, karena kelompok yang satu tidak dapat dikatakan lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari pada kelompok yang lain, tetapi hanya sekedar berbeda.
2.      Skala Ordinal
Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada skala nominal karena selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala nominal, yaitu dapat mengolongkan obyek dalam golongan yang berbeda, skala ordinal juga mempunyai kelebihan dari skala nominal, yaitu bahwa golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala ordinal ini dapat dibedakan tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
3.      Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit pengukuran yang sama, sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang lain, atau antara satu golongan dengan golongan yang lain dapat diketahui.
4.      Skala rasio
Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena skala ini mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di bawahnya. Skala rasio memiliki titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa apabila suatu obyek diukur dengan skala rasio dan berada pada titik nol, maka gejala atau sifat yang diukur benar-benar tidak ada.

E.     Siklus Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:
1.      Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional san kegiatan/aktivitas.
2.      Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang diproses.
3.      Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4.      Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).

5.      Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan ukuran kinerja tersedian secara efektif merupakan tantangan selanjutnya. Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam organisasi.

2.2        INFORMASI YANG DIGUNAKAN UNTUK PENGUKURAN KINERJA

A.    Informasi Finansial

Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan anggaran yang dianggarkan.

Analisis varians secara garis besar berfokus pada :
1.      Varians pendapatan (revenue varians)
Varians pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
2.      Varians pengeluaran (expenditure variance)
a.       Varians belanja rutin
Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan untuk  membiayai kegiatan-kegiatan yang sifatnya  lancar dan terus menerus yang dimaksudkan untuk menjaga kelemahan roda pemerintahan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.
b.      Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure variance)
Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.Setelah dilakukan analisis varians maka tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling bawah.

B.     Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced Scorecard. Metode Balanced Scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi berdasarkan aspek finansial dan juga aspek nonfinasial.  Balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan (Mahmudi, 2007). Pengukuran dengan metode ini melibatkan empat aspek, antara lain :
1.      Perspektif finansial (financial perspective)
               Perspektif finansial menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh pengambilan keputusan. Aspek keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang mendasar. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:
a.       Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
b.      Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika memungkinkan.
c.       Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan.
2.      Perspektif  kepuasan pelanggan (customer perspective)
Dalam perspektif ini perhatian perusahaan harus ditujukan pada kemampuan internal untuk peningkatan kinerja produk, inovasi dan teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif ini peran riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu:
a.       Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
§  Pangsa Pasar (market share): pangsa pasar ini menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
§  Retensi Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya presentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang asa saat ini.
§  Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition) : pengukuran ini menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat diukur dengan membandingkan banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.
§  Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) : pengukuran ini berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik dalam value proportion.
b.      Customer Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada Core value proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut:
§  Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa, harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.
§  Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atau produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.
§  Image and reputation membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
3.      Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency)

Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu:
a.       Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
§  Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan.
§  Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
b.      Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada pelanggan.
c.       Pelayanan Purna Jual
Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah dilakukannya pengukuran terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.

4.      Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).

Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk terus mempertahankan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif diatas dan tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan organisasi merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif Balanced Scorecard.

Perspektif / Faktor yang Dinilai Misi atau Visi




Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci. Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan organisasi. Karakteristik variabel kunci, yaitu :
a.       Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
b.      Sangat volatile (mudah berubah) dan dapat berubah dengan cepat
c.       Perubahannya tidak dapat diprediksi
d.      Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
e.       Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran antara (surrogate). Sebagai contoh kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci.

Contoh Variabel Kunci

Dinas/Unit Kerja
Variabel Kunci
Rumah Sakit dan hotel
Tingkat hunian kamar (kamar yang dipakai : jumlah total kamar yang tersedia)
Klinik Kesehatan
Jumlah pelannggan (masyarakat) yang dilayani per hari
Perusahaan Listrik Negara
KWH yang terjual
Perusahaan Telekomunikasi
Jumlah pulsa yang terjual
Perusahaan Air Minum
Jumlah debit air yang terjual
DLLAJ
Jumlah alat angkutan umum
Paid seats/capacity seats
Pekerjaan Umum
Panjang jalan yang dibangun/diperbaiki
Panjang jalan yang disapu/dibersihkan
Kepolisian
Jumlah kriminalitas yang tertangani
Jumlah kecelakaan/pelanggaran lalu lintas
Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani
DPR/DPRD
Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang tertangani
Jumlah rapat yang dilakukan
Jumlah undang-undang atau perda yang dihasilkam
Jumlah peserta rapat per total anggota
Dipenda
Jumlah pendapatan yang terkumpul

Agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan:
1.      Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera.
2.      Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pngukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja akan dilakukan.
3.      Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going process)
4.      Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki kinerja.
5.      Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi
6.      Organisai harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besranya organisasi, budaya, visi, tujuan, dan struktur organisasi.

2.2        PERANAN INDIKATOR KINERJA DALAM PENGUKURAN KINERJA
Indikator Kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama organisasi (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator).
Faktor Keberhasilan Utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan memperhatika variabel-variabel kunci finansial dan non-finansial pada kondisi waktu tertentu.
Indikator Kinerja Kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat  finansial maupun non-finansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
Komponen yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :
1.      Biaya pelayanan (cost of service)
Indikator biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya per unit pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki, jumlah ton sampah yang terangkut, biaya per siswa). Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator kinerja produksi misalnya belanja per kapita.
2.      Penggunaan (utilization)
Indikator ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik sedangkan pengukurannya berupa volume absolut atau presentase tertentu, misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain yaitu rata-rata jumlah penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur.
3.      Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)
Indikator ini merupakan indikator yang paling sulit diukur karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Contohnya yaitu perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.
4.      Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
5.      Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need assessment) dapat juga digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun, dapat juga digunakan indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerjasama antar unit kerja.

Contoh Pengembangan Indikator Kinerja

Dinas/Unit Kerja
Indikator Kinerja
Rumah Sakit
Biaya total rata-rata rawat jalan per pasien yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan medis dan paramedis per pasien yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan umum (non-klinis) per pasien yang masuk
Penggunaan fasilitas
Rata-rata masa tinggal pasien di rumah sakit
Jumlah pasien rata-rata per bed per tahun
Rasio antara pasien baru dengan pasien lama yang masuk kembali
Proporsi tingkat hunian
Klinik Kesehatan
Jumlah pelanggan yang dilayani per hari per jumlah total penduduk untuk wilayah tertentu
Pekerjaan Umum
Panjang jalan yang dibangun atau diperbaiki/total panjang jalan
Panjang jalan yang disapu atau dibersihkan/total panjang jalan
Kondisi jalan
Keamanan jalan (road safety)
Kepolisian
% Jumlah kriminalitas yang tertangani/Jumlah kriminalitas yang terdeteksi/tercatat
% Penurunan jumlah kecelakaan atau pelanggaran lalu lintas
% Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani/Jumlah total pengaduan masyarakat yang masuk
DPR/DPRD
% Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang tertangani/Jumlah total aspirasi yang masuk
Jumlah rapat yang dilakukan per bulan/tahun
Jumlah peraturan yang dihasilkan per bulan/tahun
% Jumlah peserta rapat per total anggota
Dipenda
% Jumlah pendapatan yang terkumpul/potensi




BAB III
PENUTUP

3.1        KESIMPULAN
          Sistem Pengukuran Kinerja sector public adalah suatu system yang bertujuan untuk membantu manajer public menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. System pengukuran kinerja merupakan salah satu alat pengendalian organisasi karena diperkuat dengan adanya mekanisme reward dan punishment. Pengukuran kinerja sector public dimkasudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, memperbaiki pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, serta untuk memfasilitasi terwujudnya akuntabilitas publik



DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini